Senin, 17 Oktober 2011

Irigasi Air Jemair Pagaralam Longsor 15 Meter

Bangunan irigasi Air Jemair, Kelurahan Candijaya, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Kamis, longsor sepanjang 15 meter di Dusun Sumber Baru, sehingga mengakibatkan ribuan hektare sawah kering.
Pengamatan di lokasi, terdapat sedikitnya dua titik terjadi longsor yang membuat bangunan irigasi rusak parah, bahkan di lokasi yang masih dalam pengerjaan semua bangunan irigasi sudah terbawa longsor masuk ke dalam jurang.
Kondisi irigasi ini praktis lumpuh, sehingga membuat empat kelurahan kesulitan air.
“Pada titik pertama kerusakan dengan lebar dua meter dan panjang 15 meter, kemudian menyusul sekitar 30 meter dengan kondisi yang sama, seluruh bagian bangunan habis terbawa tanah yang longsor ke dalam jurang ratusan meter. Irigasi ini dibangun sekitar tahun 1955 lalu, kemudian diteruskan perpanjangan saluran dengan menggunakan APBD Sumsel sekitar Rp4 miliar, namun akibat mengalami kerusakan menjadi tidak berfungsi,” ujar Deni, Ketua RW 01 Dusun Sumber Jaya, Kelurahan Candi Jaya, Kecamatan Dempo Tengah.
Menurut dia, longsor sepanjang 30 meter menimbun saluran irigasi Ayik Baghu Dusun Karang Anyar, Kelurahan Kancediwe, Kecamatan Dempo Selatan itu mengakibatkan ratusan hektare sawah terancam kekeringan dan gagal panen.
“Terdapat dua titik pematang irigasi yang sudah ambrol dengan lebar dua meter dengan panjang 15 dan 30 meter. Saluran irigasi ini bahkan sulit dilakukan perbaikan selain butuh dana besar, juga berada di medan yang cukup sulit atau bibir jurang,” kata dia.
Meskipun sudah dilakukan perbaikan pematang yang baru, tapi kondisinya sudah mulai retak-retak dan menggantung akibat longsor terjadi dalam kurun waktu satu minggu ini.
Dampak kerusakan irigasi ini, lahan persawahan dan kolam warga setempat mulai mengalami kekeringan, sehingga petani mulai mengalami kesulitan untuk mengelola lahan pertanian mereka.
“Longsor yang mengakibatkan kerusakan saluran irigasi ini sudah empat kali terjadi dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini, dan cukup parah kerusakannya, sehingga meskipun sudah berulangkali dilakukan perbaikan namun belum ada hasilnya. Memang sulit jika harus dilakukan pembuatan saluran dengan menggunakan cor beton, mengingat daerah itu paling sering terjadi longsor. Satu-satunya jalan pembuatan saluran diganti dengan pipa ukuran diamter 50 mm,” ujar dia.
Peristiwa ini terjadi, kata dia, pada saat hujan deras mengguyur Kota Pagaralam dan sekitar lokasi longsor.
Bukan hanya menimbun saluran saja, tapi sekitar 20 meter bagian dinding irigasi sudah ambrol ke dalam jurang yang diperkirakan sedalam 100 meter.
“Warga sudah empat kali melakukan perbaikan dengan cara bergontong royong tapi untuk kali ini kerusakan terparah, sehingga sulit dilakukan perbaikan secara manual. Sebetulnya ada lima titik saluran irigasi yang longsor, tapi yang terparah di dua titik dan tidak bisa lagi dilakukan perbaikan, hanya satu lokasi yang bisa, karena bagian saluran semuanya sudah runtuh ke dalam jurang,” kata dia.
Camat Dempo Tengah, Hery Mulyono, mengatakan penyebab kerusakan akibat sering longsor yang membuat kerusakan irigasi sepanjang 15 meter dan 30 meter itu merupakan susulan, setelah mengalami kerusakan beberapa hari bulan sebelumnya, dan di lokasi yang sama sudah dilakukan perbaikan tapi belum seluruhnya.
“Pembangunan irigasi Air Jemair menggunakan dana APBN dan APBD Sumsel, hanya proses perbaikan dilakukan Pemkot Pagaralam yang dananya melalui APBD rutin dan bencana alam,” kata dia pula.
Kepala Dinas PU Kota Pagaralam, Ir H Edy Thamrin MM mengatakan, kerusakan irigasi akibat lonsgor di daerah Dempo Tengah itu akan segera dilakukan perbaikan dengan dana APBD Kota Pagaralam tahun 2010, mengingat tahun 2009 sudah dilakukan perbaikan pada satu titik kerusakan.
“Memang ada dua titik kerusakan irigasi Air Jemair, satu 30 meter dan satu titik lagi 15 meter. Untuk tahap awal sudah dilakukan perbaikan melalui dana bencana alam Rp400 juta, kemudian pada tahap kedua akan kembali dilakukan perbaikan melalui APBD 2010 sebesar Rp700 juta,” ujar dia.
Mengenai adanya permintaan warga untuk pemasangan pipa, masih sulit dapat dilakukan, selain keterbatasan anggaran, juga kondisi medan sulit untuk dilakukan pemasangan pipa, kata Edy pula.

sumber : http://koranbaru.com/irigasi-air-jemair-pagaralam-longsor-15-meter/

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

A. Sejarah Irigasi
Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan irigasi sangat sedehana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian bagaimana perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang. Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah “ Suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secra histories tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tataguna air di tingkat usaha tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi)
B. Arti Irigasi
Irigasi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan air untuk tanaan mulai dari tumbuh sampai masa panen. Air tersebut diambil dari sumbernya, dibawa melalui saluran, dibagikan kepada tanaman yang memerlukan secara teratur, dan setelah air tersebut terpakai, kemudian dibuang melalui saluran pembuang menuju sungai kembali. Irigasi dikehendaki dalam situasi: (a) bila jumlah curah hujan lebih kecil dari pada kebutuhan tanaman; (b) bila jumlah curah hujan mencukupi tetapi distribusi dari curah hujan tidak bersamaan dengan waktu yang dikehendaki tanaman.
C. Aspek irigasi
Menjelaskan tentang: Aspek Engineering, dan Aspek Agricultural
Aspek Engineering menyangkut:
1. Penyimpanan, penyimpangan, dan pengangkutan
2. Membawa air ke lading pertanian
3. Pemakaian air untuk persawahan
4. Pengeringan air yang berlebihan
5. Pembangkit tenaga air.
Aspek Agrikultural, menyangkut:
1. Kedalaman pemberian air
2. Distribusi air secara seragam dan berkala
3. Kapasitan dan aliran yang berbeda
4. Reklamasi tanah tandus dan tanah alkaline
D. Tujuan irigasi.
Tujuan utama irigasi adalah untuk: Membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, kolmatase, membersihkan air kotor, meninggikan air tanah, pemeliharaan ikan. (selengkapnya...)


sumber : http://gimanasih.wordpress.com/2009/10/20/irigasi-dan-bangunan-air/

Mochammad Memed, Sang Ahli Bangunan Air

Mochammad Memed sedari kecil takjub pada bangunan-bangunan air yang diakrabinya di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dalam pelarian keluarganya ke Majalaya untuk menghindari Jepang, Memed kecil menghabiskan waktu bersama teman-temannya berenang di saluran irigasi Cikaro yang airnya berasal dari Sungai Citarum.

waduk_jtluhur12Kelak di kemudian hari, Memed dikenal sebagai salah seorang ahli hidraulika di Tanah Air. Ia tidak hanya merancang saluran irigasi, tetapi juga mendesain ratusan bendung dan waduk yang manfaatnya luar biasa bagi bangsa.

Di usia pensiunnya, Memed masih semangat berbicara soal bangunan air, apalagi jika terkait dengan Citarum. Kerusakan lingkungan mulai dari hulu sampai hilir di Citarum akan berdampak langsung terhadap fungsi waduk dan bendung yang memanfaatkan air sungai terpanjang di Jabar itu.

"Kalau sedimentasi tak tertangani dan lumpur menumpuk di dasar danau, bagaimana jadinya kalau waduk-waduk itu sudah tidak mampu lagi menahan debit air dan erosi dari hulu. Jika salah satu waduk besar di Jabar (Saguling, Cirata, Jatiluhur) jebol, efeknya lebih dahsyat dari tsunami di Aceh. Ada ribuan hektar sawah dan jutaan orang tinggal di sana," kata Memed beberapa waktu lalu.

Kekhawatiran Memed itu wajar mengingat kondisi ketiga waduk di Jabar yang kini kian memprihatinkan akibat pencemaran akibat pencemaran dan sedimentasi. Setiap tahun lebih dari 4 juta meter kubik lumpur masuk ke Citarum. Sebuah laporan penelitian yang dilakukan Universitas Padjadjaran juga menyebutkan, sungai itu setiap hari dialiri 11 ton tinja manusia. Tidak salah kiranya apabila ada sebutan bagi Citarum sebagai septic tank terpanjang di dunia.

Memed yang juga mantan anggota Tim Peneliti Badan Peneltian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian (dulu departemen) Pekerjaan Umum (PU) yang membuat desain rancang bangun waduk, terutama untuk sistem pengambilan air (intake) dan penggelontoran air (spillway) mengatakan, selain daya dukung alam yang kian kurang, perawatan terhadap waduk juga minim.

Ia menyayangkan masih sedikitnya ahli sipil basah yang berkutat dengan rancang bangun ataupun sistem hidraulika waduk dan bangunan air lainnya. Seusai eranya, ia khawatir tidak ada lagi ahli dari kalangan muda di Indonesia yang mau mendalami soal bangunan air.

"Bangunan air, apapun itu, apakah waduk atau bendung, sangat krusial perannya, baik untuk irigasi, kelistrikan, air minum, maupun pengendalian banjir. Banyak bangunan air di daerah rusak dan belum mendapatkan perhatian," ujarnya.

Sistem pendidikan berdasarkan satuan kredit semester (SKS), menurut dia kurang mencukupi untuk membuat seorang mahasiswa menguasai ilmu hidraulika. Memed yang kini masih aktif mengajar di Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi, beberapa kali menguji mahasiswanya agar membuat desain bangunan jembatan sederhana dengan kondisi sungai, tingkat kemiringan, dan aspek alam lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebanyakan mahasiswa, ujarnya, gagal melewati tes itu.

Pada masanya, Memed beruntung karena bisa berguru langsung kepada ahli sipil basah di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sempat mengenyam pendidikan dari sejumlah profesor asal Belanda. Guru-guru asal Belanda itu dikenal mumpuni soal bangunan air. Saat itu, Memed juga menerima pelajaran hidraulika langsung dari Prof Van Kregten, seorang warga Belanda.

Masuk ke ITB tahun 1956 pada Jurusan Teknik Sipil basah, Memed dibimbing M Besari, asisten dosen dari Prof Ir R Soetedjo. Di era Orde Lama, Soetedjo menjabat Menteri Pekerjaan Umum. Memed dibimbing Besari yang amat telaten mengajari mahasiswanya. Bahkan, gurunya itu membuatkan model fisik khusus bagi setiap mahasiswa.

Tahun 1962, saat sebagai mahasiswa ITB , ia ditunjuk memimpin tim survei yang terdiri atas delapan mahasiswa sipil ITB. Survei dilakukan untuk keperluan penanganan banjir di Jabar Utara yang disebabkan meluapnya Sungai Cimanuk ke daerah irigasi Cilutung, Sindopraja, dan Cipelang. Banjir itu juga disebabkan luapan Citarum ke Karawang dan Bekasi.

Tugas itu diberikan oleh Lembaga Penyelidikan Masalah Air (LPMA) dari Direktorat Jenderal Pengairan. Dari survei itulah, Memed semakin mendalami soal sumber daya air dan lahan. Ia belajar praktik langsung dalam membuat rekayasa sipil keairan. Setelah menyelesaikan studinya di ITB, tahun 1963 Memed menjadi peneliti di LPMA. Bersama sejumlah profesornya, ia aktif mengumpulkan data, informasi, dan masalah tentang sungai, danau, bendung, dan bangunan air irigasi.

600 bangunan air
Sejak 1970 Memed aktif dalam dunia bangunan air. bisa dibilang hampir semua bangunan air di masa Orde Baru tak lepas dari polesannya. Hingga pensiun sebagai Ahli Peneliti Utama Balitbang Kementerian PU, lebih dari 600 bangunan air ditanganinya, mulai dari identifikasi masalah, desain, perbaikan sistem hidraulik, renovasi, hingga pemugaran.

Ia, antara lain, menyempurnakan desain Bendung Krueng Aceh (Aceh), mendesain Bendung Kerasan (Pematang Siantar), merehabilitasi Curug Walahar (Purwakarta), mendesain Bendung Lomaya (Gorontalo), dan memperbaiki sistem intake Bendung Gumbassa (Sulawesi Tengah).

Selain dalam kondisi rusak, banyak pengelola waduk dan bendung yang tidak paham fungsi bangunan air. Untuk pengendalian banjir, misalnya, waduk amat berperan. "Sayangnya, kini daerah limpahan air waduk itu justru dibanguni permukiman sehingga saat muka air waduk belum kritis, spillway sudah dibuka. Pengelola waduk khawatir Daerah tertentu akan banjir jika spillway telat dibuka. Padahal, daerah itu memang limpasan air," papar Memed.

Pendiri Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia ini juga menyayangkan adanya anggapan pembuatan bangunan air hanya berorientasi proyek. "Tujuannya bukanlah proyek. Air sungai sangat sayang jika dibiarkan langsung masuk ke laut. Sungai perlu dibendung agar manfaatnya bisa dinikmati masyarakat. Misalnya untuk irigasi, pariwisata, perikanan, dan kelistrikan. Jika tidak diolah, potensi sungai akan sia-sia," ujarnya.

Memed berprinsip, selama masih ada sisa usia, ia akan membaktikan diri bagi kemajuan dunia bangunan air di Indonesia. (*/Kompas Cetak)